“Lahir miskin bukan salahmu. Tapi mati miskin? Itu tanggung jawabmu sendiri.”
Bagi Gilang Margi Nugroho, pendiri Gudang Parfum Import, kalimat tersebut bukan sekadar motivasi, itu adalah bahan bakar untuk terus bergerak maju.
Bisnis yang ia bangun dari nol berkembang pesat. Gudang Parfum Import kini mengirim lebih dari 1.500 botol parfum dengan omzet mencapai Rp40 juta setiap harinya. Namun, di balik pencapaian itu, ada cerita tentang kegigihan seorang anak muda yang bertahun-tahun hidup dalam keterbatasan, mencoba segala hal, gagal berkali-kali, hingga akhirnya menemukan wangi kesuksesan dari jalan yang terjal.
Lahir dan besar dalam keluarga sederhana, Gilang menghabiskan 27 tahun hidup di rumah kontrakan. Kondisi ekonomi keluarganya jauh dari kata ideal. Tapi justru dari keterbatasan itulah tumbuh mental tangguh seorang petarung.
Sejak duduk di bangku SD, Gilang sudah belajar berdagang. Bukan karena keinginan semata, tapi karena kebutuhan. Ia berjualan agar bisa jajan seperti teman-temannya, atau sekadar membantu keuangan orang tua.
“Saya pernah jualan gorengan, celana dalam, casing laptop, apa saja yang bisa dijual, saya coba,” kenangnya dalam dokumenter Sekali Seumur Hidup.
Di usia muda, ia sudah terbiasa menekan rasa malu dan gengsi. Ia belajar bahwa hidup bukan tentang menjadi terlihat keren, tapi tentang bertahan.
Sebelum menemukan jalannya di dunia parfum, Gilang sudah mencoba puluhan usaha. Ia tidak takut memulai, dan lebih penting lagi, tidak takut gagal. Dari usaha kecil-kecilan hingga bisnis kuliner.
Puncak sementara karier bisnisnya kala itu hadir lewat restoran Kepiting Nyinyir. Bisnis kuliner ini tumbuh pesat. Dalam waktu singkat, Kepiting Nyinyir telah memiliki lima cabang, menggaji lebih dari 60 karyawan, dan dikenal luas di kalangan pecinta seafood.
Namun, badai datang tak diduga. Pandemi COVID-19 menghantam keras. Jumlah pengunjung menurun drastis, biaya operasional melonjak, dan pasar bergeser cepat. Gilang terpaksa menutup cabang demi cabang.
“Hari paling berat adalah saat saya harus PHK karyawan satu per satu. Karena saya tahu, itu bukan hanya soal kehilangan kerja. Tapi juga tentang keluarga yang kehilangan sumber nafkah,” ujar Gilang.
Hingga kini, hanya satu cabang restoran yang masih bertahan. Namun, dari kegagalan itu, ia menemukan pelajaran besar tentang manajemen, tanggung jawab, dan kepekaan sosial.
Tahun 2023, Gilang memulai langkah baru: Gudang Parfum Import. Tapi sejak awal, bisnis ini bukan sekadar usaha untuk meraih profit. Ia ingin membuka jalan bagi lebih banyak orang untuk berbisnis, terutama mereka yang belum punya modal besar, jaringan, atau pengalaman.
Mengapa parfum? Karena menurutnya, produk ini memiliki fleksibilitas tinggi: mudah dijual, punya margin yang baik, dan bisa dipasarkan tanpa harus punya toko fisik.
“Saya tahu banyak orang yang pengin jualan, tapi gak punya teman, lingkungan, atau kepercayaan diri. Di sinilah saya ingin hadir sebagai penghubung antara mimpi dan peluang,” jelasnya
Gudang Parfum Import menawarkan skema bisnis parfum yang fleksibel dan terjangkau mulai dari Rp1,8 juta saja. Tanpa target penjualan atau batasan harga pasar, mitra bebas menentukan margin dan strategi penjualannya sendiri.
Skema ini membuka peluang bagi siapa pun—termasuk yang bermodal minim—untuk membangun brand parfum tanpa hambatan besar di awal.
Satu hal yang jarang terlihat oleh publik: di tahun pertama membangun Gudang Parfum Import, Gilang tidak mengambil gaji sepeser pun. Semua pemasukan bisnis diputar ulang untuk memperkuat cashflow dan ekspansi usaha.
“Waktu awal bangun GPI selama setahun penuh saya tidak menggaji diri sendiri,” ungkapnya.
Pada akhirnya, keputusannya berbuah manis. Lambat laun, para reseller dan customer mulai tumbuh. Banyak di antara mereka kini memiliki brand parfum sendiri, bahkan mampu menghasilkan pendapatan hingga puluhan juta rupiah per bulan.
Bagi Gilang, kesuksesan bukan tentang menjadi tajir melintir atau punya aset besar. Ukuran kesuksesan sejatinya adalah: berapa banyak orang lain yang bisa tumbuh karena kehadiran kita.
“Saya bahagia banget ketika ada customer bilang mereka bisa bawa orang tua mereka umroh, beli mobil, atau bisnisnya jalan lancar. Buat saya, itu gak bisa dibeli pakai uang.”
Cerita-cerita tentang reseller yang bisa membeli motor, menyekolahkan anak, atau memberangkatkan orang tua umrah adalah bagian dari kesuksesan yang paling membekas di hati Gilang.
Dari semua pelajaran yang bisa kita ambil dari perjalanan Gilang, satu hal yang paling relevan adalah ini: kita tidak harus menunggu kondisi ideal untuk mulai melangkah.
“Gak ada bisnis yang ideal. Yang ideal itu ya bisnis yang lo jalanin. Yang lo usahain. Yang lo bangun dari apa pun yang ada di tangan.”
Gilang bukan berasal dari keluarga kaya. Ia bukan pewaris bisnis. Tapi ia punya keberanian untuk mencoba, gagal, belajar, dan bangkit. Dan dari situlah aroma kesuksesan sejati perlahan muncul; bukan karena semuanya mudah, tapi karena ia memilih untuk terus berjalan.
Artikel ini juga tayang di vritimes